Friday 28 February 2014

Surat Senja

Kupenuhi isyarat panggilanmu sore itu.
Aku datang lebih dahulu, setelah lama menunggu
akhirnya kujumpai tubuhmu.

Kita duduk berdua di sawah pinggiran desa.
Sungai mengalir deras, kaki-kaki kita berkecipak
ongkang-ongkang asyik bermain air. Hatiku banjir.
Menggenang, menjadi kolam bening dan tenang.

Senja berada pada puncaknya, tak malu-malu
kupeluk tubuhmu yang jingga: aku merasa hangat
dalam warna-warna cakrawala. Kutemukan bibirmu,
kujelajahi garis lengkuk awan mungil itu.

Kau mestinya tak perlu bertanya: sebab
aku mencintaimu. Lalu yang kutanyakan
adalah rindu yang selalu menggantung untuk bertemu.

Waktumu sebentar lagi akan habis, senja.
Malam akan mengembara menjemputmu di timur sana.
Saat itu, aku memilih tidur untuk memimpikanmu:
walau jelas hanya terjaga karena merindu. Berharap kau
berlabuh dalam mimpi dan nyingkrung malamku.

Rindu bagai mendung hitam kelam
yang mampu menebar jarak di cakrawala.

Senja telah pergi tanpa mengucap kata
setelah tubuhmu habis oleh peluk dan cium.
Kalau bertemu, silahkan balas lain waktu.

28-02-14

*catatan senja



No comments:

Post a Comment