Thursday, 20 February 2014

Liburan Musim Dingin; Bromo

"Liburan; adalah waktu, perjalanan, petualangan, senang, hati riang, adalah rindu yang dalam kepada musim yang basah oleh hujan. Sebab rindu adalah penyair hujan yang mencintai cakrawala, mengira-ira jarak tanpa mampu di tempuhnya hanya dengan kata-kata." Liburan menjadi waktu dimana kita dapat berkumpul dan bercerita tentang apa saja. Waktu yang hangat, bisa bertemu dan berkumpul dengan teman-teman lama. Handai taulan. Satu semester telah dilalui dengan penderitaan karena kegiatan perkuliahan yang sangat membosankan. Liburan seakan menjadi waktu pelampiasan untuk membunuh rasa bosan dengan melahirkan tawa gembira. Menghabiskan masa liburan dengan penuh tawa. Banyak sekali tawa. Kini masa senang itu telah usai, kembali digantikan oleh kalender akademik yang telah diaktifkan kembali. Ada banyak cerita tentang liburan di musim dingin ini; ngopi di angkringan, angkringan, angkringan...bromo, hargo dumilah, ke sekolah, angkringan... Banyak Haha.. Bagiku, liburan musim dingin yang paling berkesan adalah saat ke Bromo dan wisata Jatim Park I di kota Batu. Ini dia cerita saat kami di gunung bromo, tengger. Lets go to the beach!


Jumat, 17 januari. Senja mulai menggoreskan kuas pertamanya ke langit sore ketika kami sedang berada di dalam perjalanan. Kami dalam perjalanan menuju ke Malang. Berencana akan menyambangi Gunung Bromo dan wisata di sekitar kota Batu dan Malang. Saat itu kami; Budi, AW, Rosi, Momo, Tyas, dan Dartini sedang berkendara, berangkat menggunakan sepeda motor karena dianggap lebih efektif dan efisien serta ramah terhadap kantong saku yang pas-pasan. Sore masih mendung dan saat itu memang suasana sehabis hujan, namun masih mampu menyemburat jingga terlihat di langit wisata alam bendungan Selorejo di daerah kabupaten malang. Bendungan waduk ini menjadi wisata alam dan tempat pemancingan bagi penggila kail dan senar itu. Pemandangan cukup indah, jika beruntung mendapatkan cuaca yang cerah bisa dilihat lukisan alam yang indah; matahari senja angslup diantara dua anak gunung terlihat di atas bendungan. Dari atas terlihat warna jingga yang dipantulkan air menjadikan permukaan bendungan merona. "Lalu senja menjadi sebening telaga." Tiga puluh menit dari Selorejo kami sudah sampai di Alun-alun kota Batu. Beristirahat sejenak sambil menikmati suasana kota batu yang dingin, kabut-kabut tipis sesekali permisi mendesak melewati sela-sela tubuh kami yang duduk berdekatan di trotoar jalan. Batu sudah petang. Setelah rehat sejenak, kami meneruskan perjalanan ke rumah kontrakan teman kami; Hasto, yang terletak di daerah Tlogo Mas, Dinoyo, perumahan di belakang UNISMA. Menjadi sweet home selama di Malang. Rumah kontrakan saat itu sedang sepi karena ditinggal beberapa penghuni pulang ke Ngawi. Setiba di rumah langsung mandi dan beristirahat karena dini hari kami akan berangkat ke Gunung Bromo.
***
Sabtu, 18 januari sekitar pukul setengah dua pagi kami berangkat dari malang mengambil jalur Nangka Jajar (Lumajang). Kondisi jalanan masih sepi. Aspal jalan menggigil. Kondisi semakin sepi setelah masuk ke jalur penanjakan nangka jajar. Lampu motor menyoroti marka jalan berkelak-kelok panjang, kanan-kiri jalan adalah hutan gelap. Semakin naik udara terasa semakin dingin, kabut tebal mengganggu pandangan. Beberapa kali hampir masuk jurang karena tidak ada petunjuk tikungan atau mungkin menjadi tak terlihat karena kondisi kabut yang sangat tebal. Menjadi pengalaman yang lucu, seru karena hampir masuk jurang. Terus melanjutkan perjalanan, kabut tak menjadi penghalang, lama-kelamaan mulai hilang. Ada rasa cemas ketika penunjuk bensin digital di motor mulai berkedip. Kelip-kelip. Kelop-kelop. Hari masih dini, banyak dijumpai pertamini, namun mereka masih asyik di dalam ranjang suami istri. Beberapa saat kemudian melewati sebuah pos informasi, kami tak menghiraukan dan tetap meneruskan perjalanan. Jalan aspal habis dan diganti makadam dan tatanan batu. Semakin sepi. Kami masuk ke hutan yang sangat gelap. Jalan terus menurun. Semakin jauh. "Selamat, Kita Tersesat!" Hasto, satu-satunya penunjuk arah hanya diam saja kalau tidak saya tanya, "Iki dalane bener kan heb?" "Koyone biyen aku ra lewat dalan koyok ngeneki" Dar!!. "Mbalik..mbalik." Semakin cemas dengan kondisi bensin. Kondisi jalan makadam dan menanjak. Kami cukup jauh. Setelah putar haluan kembali ke pos informasi dan bertanya di sana. "Kudune menggok kanan mas." Haha tak mau bertanya sesat dijalan. Kami kembali ke jalur yang benar. Dari kesesatan duniawi haha. Beberapa saat kemudian melewati pasar lalu ada pos peristirahatan. Selamatlah motor yang sudah kehausan. Ayem. Pos yang ini ramai oleh penjual penghangat badan; sarung tangang, slayer, kethu, kaos kaki dan lainnya. Tapi mereka tidak menjual pelukan yang hangat. Setiap ada wisatawan yang berhenti mereka langsung menyerbu, begitu juga dengan kami.
Hari semakin pagi. Ibu-ibu turun gunung untuk berjualan di pasar, mereka memikul karung-karung besar hasil kebun. Wanita perkasa. Tak lama, kami sampai di loket wisata gunung bromo. Tiket masuk bromo @12.000,00. Setelah urusan beres, kami melanjutkan penanjakan. Tujuan pertama adalah view sun rise. Tempat yang dianggap paling tepat untuk melihat keindahan kaldera gurun pasir dengan komposisi pegunungan tengger, kawah bromo, dan mahameru yang terlihat  gagah perkasa. Dalam perjalanan sekitar satu kilometer dari lokasi kami dijumpai dengan suasana hiruk pikuk tukang ojek yang berlomba mencari ojekan karena perjalanan selanjutnya tidak bisa ditempuh dengan jeep, itu bagi orang-orang yang siap biaya. Beruntunglah kami yang memilih menggunakan sepeda motor. Jalanan macet karena kanan kiri penuh dengan jeep parkir dan ojek tak mau mengalah rebutan wisatawan. Pemandangan hebat, ojek-ojek itu seperti hewan liar berebut makan, tak ada yang mau mengalah. Hebat! Satu motor bisa membawa empat orang sekaligus dalam kondisi jalan yang menanjak dan macet. Bisa dibilang brutal.
Melewati kemacetan kami sampai di parkir view. Hasta dan Tyas hilang karena hiruk pikuk yang memaksa rombongan kami terpisah. Tapi tak lama mereka langsung ketemu. Dari tempat parkir berjalan menaiki anak tangga yang lumayan. Engos-engosan. dan Ternyata..di atas sudah ramai sekali, mungkin karena musim liburan. Semua orang dari segala penjuru dunia sedang berkumpul di sana. Orang-orang menunggu matahari yang kedinginan. Saat itu kabut masih tebal, semua mengigil. Matahari mengigil. Kawah bromo mengigil. Mahameru mengigil. Mungkin kami sedang tidak beruntung saat itu karena kabut menyembunyikan matahari yang ditunggu-tunggu. Begitu juga dengan mahameru hanya terlihat samar-samar bersembunyi di balik kabut tebal. Tidak menjadi masalah, asalkan bisa bersama dengan teman-teman tercinta ini sudah cukup.






















































































































Seperti inilah pemandangan kawah, mahameru, matahari terbit, dan kabut :)

Setelah puas berdesak-desakan dengan wisatawan yang sangat ramai, kami kembali ke parkiran dan langsung turun ke kaldera padang pasir dan kawah bromo. Suasana masih sama, hiruk pikuk. Hari sudah terang, matahari mulai merangkak naik ke atas bukit-bukit. Pemandangan indah sekali. Inilah Indonesia! Sulit diungkapkan dengan kata-kata. Hamparan padang rumput savana dan pasir yang sangat luas di kelilingi gunung-gunung yang terjal. Kami berhenti di sebuah pinggiran jurang untuk membuka mata setelah perjalanan gelap dan juga kabut tebal. Seakan mata menjadi terang. Pemandangan indah yang tidak membuat dosa di mata.
Lanjut turun ke bawah, bunga-bunga mungil terlihat mlangkring di tebing-tebing sisi jalan. Edelweis. Masuk ke padang pasir seakan mata semakin terpana oleh pemandangan. Sungguh Tuhan telah menciptakan karya yang indah. Bunga rumput-rumput liar bergoyang-goyang terderai angin. Silir-silir. Mobil jeep terlihat perkasa melintasi pasir yang meliuk-liuk kan roda motor. Ojek masih berani membawa tiga orang. Puas menikmati keindahan kami langsung menuju parkiran kawah dan langsung mencari warung. Ngopi! Ngipok Sanap heb! "Iki neng malang rek, ngomone kudu di walik-walik mengikuti bahasa sekitar." Oyi sam? Oyi!



mencoba untuk bersedih..
























Coro Famz..


Ada cerita dari foto yang sebelah kiri ini. "Pisang Goreng". Para pembaca, aktifkan imajinasi kalian supaya cerita ini bisa tersampaikan. Sudah? Sebut saja "Pisang", bayangkanlah bentuknya yang lonjong panjang, warna yang kuning kecoklatan, dan wujud rupanya yang tak bersalah. Sudah terhubung? Belum? "Pisang". Bayangkan. Jika sudah, mari simak cerita ini dengan seksama.
Tanpa sengaja Dartini menjatuhkan pisang yang baru saja digoreng oleh ibu warung tempat kami ngopi. Kejadian itu diketahui oleh Tyas yang mengira bahwa Dartini telah menjatuhkan pisang miliknya. Lalu Tyas bertannya, "Loh dar, gedangmu kok mbok ceblokne?"
"Ora yo, iki mau ceblok dewe."
Aku yang duduk di samping Tyas mendengar percakapan mereka, lalu aku berpikir "Pisang". Aku langsung tertawa saja melihat pisang yang jatuh tepat di bawah Dartini telah penyet diinjaknya. Tawaku yang terus-terusan mengundang perhatian dari teman-teman yang lain. Kami suka berimajinasi, ada apa saja di dalam kepala kami. Saat itu kepala kami sangat peka ketika mendengar kata "Pisang". Bayangan tak pernah kemana-mana, hanya menuju ke satu arah. "Pisang". Yang paling membuatku tertawa adalah ketika Dartini berkata, "Ora len, kuwi mau ceblok dewe." Mungkin karena Dartini kurang kuat memasangkannya sehingga pisang tersebut mudah terjatuh. Kami terus tertawa membayangkan pisang sebesar itu jatuh ke tanah, bayangkan bagai mana bunyinya.
"Mak gedeblug." Kataku. Karena pisang itu sangat besar pikirku.
"Kejimblung." Sahut Momo.
"Tletek-tletek." Kata Aw.
"Ndelondeng!" Sahut Rosi.
Kami terpingkal-pingkal pada imajinasi masing-masing. Semua hanya gara-gara "Pisang". Kepala memang penuh dengan imajinasi. Cerita itu lalu berlanjut sampai di rumah kontrakan. Semua tertawa saja tanpa hal yang jelas.
"Muntup-muntup, prinding-prinding." Kataku
"Splash!" Tyas bilang.
"Kulhuaelik." Sahut kak AW dengan wajah yang membuat semua tak tahan melihatnya.

#Seperti inilah






Semua terpingkal jatuh-bangun memegangi perut yang mengeras. Malam itu di rumah kontrakan kami sedang merancang agenda untuk esok harinya. Tercapai mufakat bahwa kami akan ke wahana wisata Jatim Park di kota Batu. Njatim Park. Saat itu kami sepulang ngopi di daerah yang tidak saya kenal, dekat daerah ijen. Terdapat sebuah tempat pusat ngipok snap. Disanalah kami merayakan kota malang di malam hari. Jalan-jalan hingga petang. Kebetulan di tempat tersebut menyediakan kartu remi, seperti biasa kami main permainan empat satu sambil menyerukan tawa. Seakan tawa tak pernah ada habisnya jika berkumpul dengan teman-teman ini. Kondisi yang sangat berbeda dengan saat ini, di Jogja. Whelah haha. Kulhuaelik!
Haha kembali ke cerita perjalanan bromo :p *Kwok Kwok Kwok~
Setelah puas menikmati kopi (Ngipok meda, soale hawane adem dadine kopine yo gak sido panas. Adem) kami bergegas mendaki puncak kawah gunung bromo. Dari warung sekitar berjarak 500m jalur berpasir menanjak dan ditambah kalau tidak salah 250 anak tangga. "Setoopp! cari rest area." Saat kami mendaki kawah, jalur telah ramai oleh wisatawan. Banyak yang menyewa kuda. Itu sebabnya jalur pendakian jadi bau kotoran kuda. Ada yang masih hangat baru keluar dari pembuangan lubang marabahaya. Ada yang masih basah, ada juga yang sudah kering. Tai kuda. Yang basah seperti saus atau mungkin cream caramel, dan yang kering..mirik onde-onde mletek. Bau tak enak di hidung memaksa langkah kaki berjalan lebih cepat, terengah-engah. Suara-suara rintihan kuda mewarnai perjalanan. Kak AW pandai sekali menirukan suara teman-temannya itu. Sebab dia mulutnya adalah mini zoo, banyak suara hewan di dalam mulutnya.Tingkatan anak tangga sedikit demi sedikit telah dilahap oleh kaki. Kami sampai di kawah. "Lihat, suasana pantai." "Pantai your egg!" Sambar momo dengan cepat. Kawah sangat ramai, kami memilih ke pinggir mencari tempat yang sepi. Sesekali kawah menyemburkan gas yang baunya tak mengenakkan hidung dan paru-paru. Banyak orang yang memakai masker, tetapi masih saja mereka tetap batuk. Gas dari kawah mengusir kami dan wisatawan lainnya, setelah puas berfoto-foto kami memutuskan untuk turun dan persiapan pulang. Yess pulang! Langpu!












































































































































Pulang kami mengambil jalur Tumpang (Malang). Pemandangan indah belum habis. Jalur ini adalah jalan pasir yang membelah dua gunung yang hanya ditumbuhi rumput-rumput dan tumbuhan kecil. Kondisi geografisnya adalah padang savana hijau dan lautan pasir. Dari kejauhan tampak seperti bukit teletubbies; mungil, kecil, hijau, imut, mogu-mogu, wah..haha. Kerenn. 
Photo from @endah_banged

Kami seperti penghuni neraka yang baru diangkat naik ke surga oleh Nya. Mata takjub, hati merekah, bulu-bulu merinding (mungkin karena masih dingin). Kedua roda motor meliak liuk di dalam pasir yang lembut. Seringkali hampir jatuh karena tak mampu menguasai jalan berpasir. Motor kami berenang di tengah lautan. Dalam perjalanan melewati kawasan "Pasir berbisik." Hati-hati kalau lewat sini pasti terdengar bisikan suara gaib berdesik ke telinga haha. Suara bisikan hanyut dalam pengikis bunga layu sampai aku akhirnya merasakan, mati suri di taman. @SOREband. Jalan ini berujung pada perpotongan jalur semeru(ranu pane) dan bromo. Kami sudah lelah, terlalu lelah. Maka cepat-cepatnya kami sampai di malang, rumah kontrakan. Sesampainya saya langsung tidur tanpa mandi atau bersih diri. Sampai di malang sekitar pukul satu waktu setempat. Alhamdulillah, kulhuaelik. Plakk!
Satu perjalanan yang sangat menyenangkan. INDONESIA INDAH!!!

No comments:

Post a Comment