Friday 14 February 2014

Kelud, Gugur Gunung




Alarm handphone berdering jam 05.20 pagi. Hpku ini sekarang telah beralih fungsi menjadi alarm yang setia membangunkanku karena jam kuliah pagi. Meskipun aku bangun hanya untuk mematikan bunyi lalu tidur lagi. Memang seperti inilah nasib hp butut ini, operatorpun sudah jarang sms. Hari baru setengah enam pagi, tidur setengah jam lagi juga masih lumayan. Seperti biasa, tidur lagi. Biasanya matahari membangunkanku pada jam enam pagi. Ia masuk lewat jendela kaca lalu membisikkan cahayanya ke kuping dan membangunkanku. "Biarkan matahari membuka mata membangunkan malam yang lelap." *Nyanyi. Tidak untuk hari ini, matahari tak bisa menemukan jendela kamarku. Rupanya ia terjebak butiran debu yang berterbangan dari cakrawala, turun menjadi hujan. Aku masih lelap di dalam kasur busa tak beranjang ini. Tempat untukku menghabiskan waktu ketika nyelo setiap hari. Banyak kegiatan penghibur diri yang bisa dilakukan di atas kasur busa ini; menonton tv, membaca buku, main twitter, ngeblog, dan yang pasti menjadi tempat untuk sleepping beauty. Aku merasa nyaman dalam tidur, tak ada cahaya yang mengusik lelapku. Ketika terbangun coba langsung mengecek jam di hp. Ya, fungsi kedua dari hp butut ini adalah sebagai alat penunjuk waktu. Jam. Saat itu hp menunjukkan jam 06.35. Seketika mataku terbuka, mekar bagai bunga mawar merah yang merekah. Ku amati dengan teliti waktu yang ditunjukkan oleh hp. Memang benar angka di pojok layar menunjukkan setengah tujuh. Hari masih gelap, ku tatap jendela, satu pertanyaan yang ada di benak, "Ke mana perginya matahari? Kupikir dia telah terlambat datang membangunkan lelapku. Aku langsung keluar dari kamar, saat ini rumah kostan sedang sepi, mereka masih berholiday tak pernah usai. Buka pintu kamar, buka pintu utama rumah. Hari masih gelap. Ada warna langit jingga merona dari balik genteng-genteng rumah milik tetangga. Langit pagi menjadi sehebat senja. Tak sempat menikmati karena harus segera lari ke kamar mandi dan bergegas berangkat kuliah. Jarak kostan sampai kampus adalah tiga puluh menit jalan normal dan santai. Itu sebabnya aku harus bangun pagi setiap hari. Kupikir ini hanya kondisi alam biasa, mendung tebal menyelimuti kota. Jogja memang biasa dengan mendung dan hujan di pagi hari. Didukung dengan alasan karena semalam sangat panas, gerah sekali, terasa sekitar jam 11an. Keluar dari mandi langit masih saja jingga. Tanpa berpikir panjang aku memasang baju, celana dan sepatu. Siap untuk ke sekolah. Setelah keluar dari rumah, terlihat debu vulkanik mengubur jalanan depan. Merapi? Aku terburu-buru berlari ke depan televisi. Salah satu stasiun meliput berita di kota Surabaya, dampak dari letusan gunung kelud. Hujan abu. "Kok kelud?" Aku masih penasaran, hujan abu bisa sampai di jogja. "Mungkin merapi dan kelud meletus bersama", pikirku. Tapi sepertinya merapi aman-aman saja. Masih ngopi pagi bersama pacarnya, merbabu. Aku kembali keluar rumah kembali melihat langit. Rintik-rintik abu masih terlihat. Putih bagai hujan salju. Hanya ada satu pikiran di kepalaku. Kuliah libur hari ini! haha. 
Kelud meletus. Berita yang mengejutkan. Bahkan abu vulkanik sampai di jogja. Kutanggalkan baju dan celanaku, ganti dengan kaos dan celana kolor biasa. Jelas gak mungkin pergi ke kampus. Menyimak berita di TV. Sial, masih juga ada sinetron pagi-pagi seperti ini disaat keluarga kita masih sibuk menyelamatkan diri. Terkutuklah kau acara tv. Letusan kali ini adalah erupsi yang lebih besar dari letusan sebelumnya di tahun 2007. Kelud, Gugur Gunung.

emperan rumah kost :p


14 februari 2014, kado indah dari kelud. untuk valentine

No comments:

Post a Comment