Saturday 1 March 2014

Puisi: Siang Hari

#Menjaga Jemuran.
Siang masih berjaga dengan mendung hitam.
Siapa tahu tiba-tiba hujan datang, ia harus
siap menyelamatkan jemuran.

#Ayam
Ayam masih ramai petok-petok dalam siang.
Mendengarnya aku teringat pada teman
yang mulutnya pandai menirukan berbagai macam
suara binatang: termasuk juga ayam.
Mungkin yang berkokok di belakang itu temanku
menjelma ayam.

#Rincik Air
Rumah sedang sepi: di sini sudah tak ada kamu lagi.
Hanya terdengar suara keran bocor di kamar mandi.

#Kantuk
Dinding terus berdetak karena ditinggalkan oleh jam.
Ia menggenggam jarum jam yang terus berputar
menimbulkan "tik tok" di samping kalender.
Dinding suka bunyi-bunyian, ia tidur dalam kantukku.

#Televisi
Televisiku yang paling berbahagia
meski semesta telah pepat dalam tabung dan layarnya,
televisi tak pernah menyala.
Ia suka mencabut colokan dari outlet listrik, mengimajinasikan
apa saja yang bisa muncul ke layarnya: bisa pinguin
di kutub utara, ikan paus di laut, juga tubuhmu tentunya.

#Jemuran
Matahari sangat terik membuka cakrawala.
Awan-awan mungil menari dan berdansa
merayakan sinar sang surya.
Bunga-bungaku bermekaran di kawat jemuran
menunggu kumbang-kumbang berdatangan.

#Jendela
Sengaja kubuka jendela supaya angin bisa masuk
ke dalam kamarku yang lembab. Kepalaku juga penat.
Untung saja ada jendela, aku bisa melihat
warna-warna di luar sana.

#Rintik Hujan
Saat hari panas, kita suka berbicara tentang hujan
di musim kemarau yang panjang.
Kataku, itu adalah rintik air mataku yang rindu
dan tak pernah bisa kauterjemahkan dengan matamu.

#Mantel Hujan
Di antara deretan jemuran, aku melihat mantel
yang pernah kau kenakan saat menikmati hujan bersamaku.
Mantel itu kau titipkan kepadaku. Tinggalkanlah, kataku:
biar aku yang menjaga mantelmu dengan rapi
agar kau bisa memakainya saat merayakan hujan
bersamaku lagi di lain hari.

01-03-14

No comments:

Post a Comment