Friday, 28 February 2014

Surat Senja

Kupenuhi isyarat panggilanmu sore itu.
Aku datang lebih dahulu, setelah lama menunggu
akhirnya kujumpai tubuhmu.

Kita duduk berdua di sawah pinggiran desa.
Sungai mengalir deras, kaki-kaki kita berkecipak
ongkang-ongkang asyik bermain air. Hatiku banjir.
Menggenang, menjadi kolam bening dan tenang.

Senja berada pada puncaknya, tak malu-malu
kupeluk tubuhmu yang jingga: aku merasa hangat
dalam warna-warna cakrawala. Kutemukan bibirmu,
kujelajahi garis lengkuk awan mungil itu.

Kau mestinya tak perlu bertanya: sebab
aku mencintaimu. Lalu yang kutanyakan
adalah rindu yang selalu menggantung untuk bertemu.

Waktumu sebentar lagi akan habis, senja.
Malam akan mengembara menjemputmu di timur sana.
Saat itu, aku memilih tidur untuk memimpikanmu:
walau jelas hanya terjaga karena merindu. Berharap kau
berlabuh dalam mimpi dan nyingkrung malamku.

Rindu bagai mendung hitam kelam
yang mampu menebar jarak di cakrawala.

Senja telah pergi tanpa mengucap kata
setelah tubuhmu habis oleh peluk dan cium.
Kalau bertemu, silahkan balas lain waktu.

28-02-14

*catatan senja



Thursday, 20 February 2014

Empat Satu dan Secangkir Kopi (Malang)

Malam kedua di kota Malang. Rasa-rasanya ada yang kurang jika tidak dirayakan dengan secangkir kopi. Malam itu kami berada di sebuah lokasi pusat tongkrongan anak-anak muda, walau kurang tahu dengan nama lokasi tersebut yang jelas terletak di dekat daerah Ijen. Terdapat banyak sekali warung kopi dan juga warung makan. "Kopiku berwarna-warni." Masih dengan bahasan cerita seharian dalam perjalan bromo dan pegunungan tengger. Tentang pisang goreng dan eek kuda. Menjadi tawa yang tak ada habisnya. Di warung tempat kami ngopi menyediakan kartu remi. Kebetulan sekali karena pada waktu itu kami sedang booming dengan permainan empat satu. Saat itu yang bermain ada aku, aw, momo, dan rosi. Dartini hanya menyimak di samping kami berempat. Dia tak mengerti permainan kartu remi, dartini suka sholat dan mengaji, bukan seperti kelakuan kami. Tyas sedang galau mungkin; dia hanya asyik dengan gadgetnya. Walaupun wajahnya tak terlihat asyik. Menurutku, permainan kartu empat satu ini bukan hanya sekedar permaianan biasa. Terkandung filosofi kehidupan di dalamnya, bisa juga kisah percintaan. Dalam usaha mencari pacar misalnya. Saat bermain kartu, aku suka menyanyikan lagu dari Frau yang berjudul Empat Satu dari album terbarunya Happy Coda (2013). Ini dia lirik lagunya, kita nyanyi-nyanyi dulu biar tidak jenuh dengan tulisan. *Prekk

Perhatikan tuan sebelum semua kartu di tukarkan
Kesempatan hanya sekali dan sekali itu tak mudah
Tebaklah oh tebak manakah ratumu mana yang kau kejar
Ambil dan buang terdengar mudah tapi susah, cari aman atau kau pilih untuk menantang
Lawan-lawanmu telah memulai menabung kartu yang diimpikan, bagaimana denganmu tuan apa hanya mendapat sisa?
Tebaklah oh tebak mungkinkah kartukulah yang kauinginkan?


Liburan Musim Dingin; Bromo

"Liburan; adalah waktu, perjalanan, petualangan, senang, hati riang, adalah rindu yang dalam kepada musim yang basah oleh hujan. Sebab rindu adalah penyair hujan yang mencintai cakrawala, mengira-ira jarak tanpa mampu di tempuhnya hanya dengan kata-kata." Liburan menjadi waktu dimana kita dapat berkumpul dan bercerita tentang apa saja. Waktu yang hangat, bisa bertemu dan berkumpul dengan teman-teman lama. Handai taulan. Satu semester telah dilalui dengan penderitaan karena kegiatan perkuliahan yang sangat membosankan. Liburan seakan menjadi waktu pelampiasan untuk membunuh rasa bosan dengan melahirkan tawa gembira. Menghabiskan masa liburan dengan penuh tawa. Banyak sekali tawa. Kini masa senang itu telah usai, kembali digantikan oleh kalender akademik yang telah diaktifkan kembali. Ada banyak cerita tentang liburan di musim dingin ini; ngopi di angkringan, angkringan, angkringan...bromo, hargo dumilah, ke sekolah, angkringan... Banyak Haha.. Bagiku, liburan musim dingin yang paling berkesan adalah saat ke Bromo dan wisata Jatim Park I di kota Batu. Ini dia cerita saat kami di gunung bromo, tengger. Lets go to the beach!

Friday, 14 February 2014

Kelud, Gugur Gunung




Alarm handphone berdering jam 05.20 pagi. Hpku ini sekarang telah beralih fungsi menjadi alarm yang setia membangunkanku karena jam kuliah pagi. Meskipun aku bangun hanya untuk mematikan bunyi lalu tidur lagi. Memang seperti inilah nasib hp butut ini, operatorpun sudah jarang sms. Hari baru setengah enam pagi, tidur setengah jam lagi juga masih lumayan. Seperti biasa, tidur lagi. Biasanya matahari membangunkanku pada jam enam pagi. Ia masuk lewat jendela kaca lalu membisikkan cahayanya ke kuping dan membangunkanku. "Biarkan matahari membuka mata membangunkan malam yang lelap." *Nyanyi. Tidak untuk hari ini, matahari tak bisa menemukan jendela kamarku. Rupanya ia terjebak butiran debu yang berterbangan dari cakrawala, turun menjadi hujan. Aku masih lelap di dalam kasur busa tak beranjang ini. Tempat untukku menghabiskan waktu ketika nyelo setiap hari. Banyak kegiatan penghibur diri yang bisa dilakukan di atas kasur busa ini; menonton tv, membaca buku, main twitter, ngeblog, dan yang pasti menjadi tempat untuk sleepping beauty. Aku merasa nyaman dalam tidur, tak ada cahaya yang mengusik lelapku. Ketika terbangun coba langsung mengecek jam di hp. Ya, fungsi kedua dari hp butut ini adalah sebagai alat penunjuk waktu. Jam. Saat itu hp menunjukkan jam 06.35. Seketika mataku terbuka, mekar bagai bunga mawar merah yang merekah. Ku amati dengan teliti waktu yang ditunjukkan oleh hp. Memang benar angka di pojok layar menunjukkan setengah tujuh. Hari masih gelap, ku tatap jendela, satu pertanyaan yang ada di benak, "Ke mana perginya matahari? Kupikir dia telah terlambat datang membangunkan lelapku. Aku langsung keluar dari kamar, saat ini rumah kostan sedang sepi, mereka masih berholiday tak pernah usai. Buka pintu kamar, buka pintu utama rumah. Hari masih gelap. Ada warna langit jingga merona dari balik genteng-genteng rumah milik tetangga. Langit pagi menjadi sehebat senja. Tak sempat menikmati karena harus segera lari ke kamar mandi dan bergegas berangkat kuliah. Jarak kostan sampai kampus adalah tiga puluh menit jalan normal dan santai. Itu sebabnya aku harus bangun pagi setiap hari. Kupikir ini hanya kondisi alam biasa, mendung tebal menyelimuti kota. Jogja memang biasa dengan mendung dan hujan di pagi hari. Didukung dengan alasan karena semalam sangat panas, gerah sekali, terasa sekitar jam 11an. Keluar dari mandi langit masih saja jingga. Tanpa berpikir panjang aku memasang baju, celana dan sepatu. Siap untuk ke sekolah. Setelah keluar dari rumah, terlihat debu vulkanik mengubur jalanan depan. Merapi? Aku terburu-buru berlari ke depan televisi. Salah satu stasiun meliput berita di kota Surabaya, dampak dari letusan gunung kelud. Hujan abu. "Kok kelud?" Aku masih penasaran, hujan abu bisa sampai di jogja. "Mungkin merapi dan kelud meletus bersama", pikirku. Tapi sepertinya merapi aman-aman saja. Masih ngopi pagi bersama pacarnya, merbabu. Aku kembali keluar rumah kembali melihat langit. Rintik-rintik abu masih terlihat. Putih bagai hujan salju. Hanya ada satu pikiran di kepalaku. Kuliah libur hari ini! haha. 
Kelud meletus. Berita yang mengejutkan. Bahkan abu vulkanik sampai di jogja. Kutanggalkan baju dan celanaku, ganti dengan kaos dan celana kolor biasa. Jelas gak mungkin pergi ke kampus. Menyimak berita di TV. Sial, masih juga ada sinetron pagi-pagi seperti ini disaat keluarga kita masih sibuk menyelamatkan diri. Terkutuklah kau acara tv. Letusan kali ini adalah erupsi yang lebih besar dari letusan sebelumnya di tahun 2007. Kelud, Gugur Gunung.

emperan rumah kost :p


14 februari 2014, kado indah dari kelud. untuk valentine