Tuesday, 10 December 2013

Coretan Pagi Itu

Malam dipenuhi oleh hujan,
petir menjilati pepohonan,
warna langit menyala-nyala di sebelah barat,
sambil bergemuruh di dalam keangkuhan.

Pagi itu aku melihat mahasiswa debat janji
sementara matahari masih asyik di depan tv
menonton tayangan rutin setiap pagi. Ya, Squarepants
ia masih enggan menanggalkan sarungnya

Orang-orang bangun terlalu pagi,
lebih pagi dari penjual sayur keliling
berdandan memakai sepatu dan jas berwarna biru
almamater kebanggaan, katanya.

Mereka membuka lapak meja-meja kecil,
di bawah papan panjat yang sudah momot
aku justru merasa kasian padanya
sudah tua, keropos, menganga, juga berkarat
apakah kamu tidak kasihan juga?

Orang-orang itu bangun terlalu pagi
berdagang, menjual omongannya sendiri
obral murah janji-janji yang terlalu berbelit
ada empat lapak meja, kamu mau yang mana?
nomer satu teman saya,
nomer dua ganteng orangnya,
nomer tiga terlihat agak gila,
nomer empat kurang berwibawa,
kamu pilih nomer berapa?
para mahasiswa menyaksikan perdebatan mereka.

Mereka terlalu mengebu-gebu pada olahraga
tetapi lupa terhadap budaya
mestinya olahraga dan budaya berjalan berdampingan
begitu lebih asyik sepertinya.

Hari itu dijadwalkan ada ujian senam
kami sudah berlatih keras semalaman,
juga mengabaikan pertunjukan teater di fakultas sastra
dengan terpaksa menghafal gerakan-gerakan
tapi dosen malah mengingkari, sudah jam sepuluh ia tak datang.
Pendidikan telah diciderai oleh kepentingan
yang tak bisa ditinggalkan mungkin karena masalah uang
atau mencari makan tambahan, pendidikan diduakan.

Tentang ujian tulis,
siswa lebih pandai daripada gurunya
mereka sudah memegang jawaban sebelum soal dibagikan
lalu mendapat nilai yang tinggi-tinggi
guru bangga atas pencapaian siswa-siswanya,
para siswa merokok di kantin sambil kaki di atas meja.
Prestasi selalu diukur dengan nilai
jika telah mencapai nilai sempurna (10)
apakah artinya sudah tidak ada perkembangan?
nilai sepuluh akan berpotensi menghentikan langkah belajar siswa.

Pengetahuan anak di alam sering kali dianggap nol oleh sekolah
karena pengetahuan itu tidak ada di buku pealajaran.
remedial hanya diartikan sebagai perubahan nilai.
Siswa hanya diajarkan tentang rumus-rumus dan mengerjakan soal
yang tidak ada hubungannya dengan kehidupan di dunia nyata,
guru hanya menilai hasil akhir tanpa melihat proses belajar.
Guru terang-terangan bicara kepada siswa,
"Nilai ujian akan tetap saya katrol agar semua bisa lulus."
Kompetensi siswa tak pernah tuntas.

Anak-anak dikenalkan pada pemandanagan
mereka disuruh menggambar bebas
tapi kebebasan memilih gambar gunung
yang cantik seperti milik mama,
pak guru mengongkang-ongkang kaki sambil menunggu gajian.
Kita dikenalkan dengan Budi dan Ibu budi
tanpa kita tahu di mana Bapak budi
lalu kita berpikir: Ibu budi adalah wanita malam, mungkin
Budi lahir tanpa bapak yang jelas.
Ibu guru pernah bertanya,
"Anak-anak, sebutkan jenis-jenis ikan di laut?"
mereka hanya bisa menjawab: hiu, paus, dan lumba-lumba.

Ekstrakulikuler sebagai sarana pengembangan potensi
tidak didukung dan telah dibekukan,
perhatian dipusatkan pada bidang akademik saja.
Mau hidup seperti apa anak-anak nantinya?
Siswa-siswa unggul masuk kelas VIP
sedangkan yang biasa di kelas ekonomi,
kita telah diajarkan pada diskriminasi
jangan salahkan kami.

Sebenarnya apa tujuan pendidikan ini,
hanya mencari ilmu setinggi-tingginya?
setelah lulus tidak tahu mau menjadi apa.
Ya, itulah pendidikan kita selama ini
banyak guru dan dosen yang mempunyai pendidikan tinggi
tetapi banyak pula yang tidak bisa mengajar di sekolah
para orang cendekia bekerja di kota,
merasa asing dengan cangkul dan sawah di kampung halaman.

Kurikulum beberapakali diganti
karena dianggap sudah tidak sesuai dengan peradaban
sistem pendidikan hanya memberikan metode-metode
yang tidak cocok untuk kehidupan di dunia nyata
kurikulum baru: memperbarui metode pembelajaran
masalah baru akan muncul tanpa solusi yang akurat
semua akan bulet pada teori dan lupa penerapan.
Sekolah hanya menyuruh menghafal materi ilmu pengetahuan
tapi mereka lupa mengajarkan bagaimana cara menghasilkan uang
akhirnya banyak pengamen di jalanan. Juga koruptor

Pendidikan mencetak generasi yang global
maksudnya: produk yang sangat bergantung pada teknologi
meramaikan pasar jepang, china, jerman, amerika.
Itu hanya untuk orang yang mampu di kota-kota,
di desa, lampu saja tidak ada.

Hari ini saya bisa menulis,
tapi entah apakah bisa memberikan implementasi
yang nyata bagi kehidupan saya sendiri.
Toh saya juga produk dari pendidikan negeri ini.

Yogja, 10 Desember 2013

No comments:

Post a Comment