Tuesday, 22 October 2013

Judulnya "Apa?"

Hari ini hanya sampai jam 12, selanjutnya adalah waktu-waktu luang yang tak pernah mengenal kesibukan. Tanpa menyapa satupun orang-orangan kampus, aku bergegas pulang ke rumah kost dan mencari makan murah-murahan sekedar untuk memenuhi tuntutan perut yang lapar. Hanya nasi rames dan gorengan, teh hangat untuk sekedar patu-patutan. Aku kembali ke rumah, membuka jendela kaca, laptop, nyalakan lagu, dan membaca cerita-cerita karya Danarto. Pengarang yang memiliki imajinasi yang sangat hidup dan mampu membangkitkan cerita-cerita fantasi sekaligus jenaka. Cerita-cerita Danarto adalah parodi. Dalam parodinya, yang diejek terutama sastra itu sendiri. Cerita Danarto ini telah mengejek genrenya sendiri - Sapardi Djoko Damono. Sepertinya memang pantas jika aku dipanggil sebagai wong selo, hidup tidak pernah mempunyai kesibukan hanya ada lagu-lagu dan tubuh berbaring di atas kasur empuk. Akhir-akhir ini aku baru mengenal membaca, setelah cerpen-cerpen ramai diperbincangkan sebagai karya sederhana dan mudah untuk menuliskannya. Aku hanya sekedar mencoba. Mulai dari menyelami tulisan yang jarang terlihat oleh mata, pengarang yang tak pernah terdengar di telinga, kertas yang jarang tercium bau khasnya, dan seisi buku yang membuat pusing di kepala. Hanya baru tiga cerita, mata menyuruh tangan menutup buku. Tidur dengan lagu-lagu yang masih menyala.

Tak lama, aku terbangun setelah mendengar adzan ashar mengalahkan nyanyian-nyanyian dari laptop. Masjid-masjid sekitar berlomba menyuarakan panggilan Tuhan, berlomba memerdukannya. Panggilan apa? hey tubuh cungkring, kau dipanggil-panggil. Lanjut tidur? Tubuhku tak mau meninggalkan kasur, sementara suara adzan menyeret orang-orang ke masjid. Tubuh ini tetap tidak mau. Nati saja, jam setengah 5 atau jam 5 sore. Setelah masjid mendapatkan orang-orangnya, aku menambah volume sound laguku. Indie Art Wedding yang mengajakku menyaksikan keributan rumah tangga dan cinta yang sengit. Ballads Of The Cliche dengan Distant Star, tentang dua hati yang tak pernah menyatu. Teman Sebangku yang menikmati bangku taman dengan seduhan secangkir kopi, alunan semilir angin, dan berdansa di kala senja. Payung Teduh yang menjadikan malam sebagai saksi diantara kata-kata yang tak sempat terucap ketika berdua. Mocca dan Endah n Rhesa yang selalu bermain dengan lagu-lagu cinta. Melancholic Bitch bercerita tentang perjalanan joni dan susi yang jatuh miskin hingga mencuri sepotong roti. Tiga Pagi tentang batu tua yang tak pernah bisa menjadi permata. Masih banyak lagi di belakangnya, dan tak mungkin dituliskan disini satu persatu. Lirik-lirik pintar yang membawamu kesana-kemari, merendah-meninggi, duduk-berdiri, berjalan dan berlari, terbang seperti kupu dengan sayapnya. Mata masih sayup setengah bermimpi. Lagu-lagu pentidur sekaligus penghidup, tak apa asalkan lagu-lagu Indonesia.

Sudah jam 5 sore, aku memenuhi panggilan ashar masjid tadi. Cerita sore yang tidak perlu. Haha Selamat menikmati Senja.

*wong selo adalah orang yang selalu mempunyai waktu luang dan tidak pernah mempunyai kesibukan

Manusia HaHa
Kamar Kost, 22 Oktober 2013

No comments:

Post a Comment