Sunday, 27 October 2013

Ayu-ayu Saru

Dia berada pada suatu malam, Indonesia di tahun 1975. Semua orang dibawa kembali pada kehidupan masa remaja di tahun itu. Dibalik suasana ricuh awal masa orde baru, ditunjukkannya sebuah drama percintaan kisah remaja yang bernuansa klasik. Mampu diciptakannya suasana yang nyata bahwa mereka sedang kembali pada tahun tujuh puluh. Busana bladus, masuk kedalam celana, model borju, sepatu platform, kaca mata kuning dengan bingkai hitam, sabuk kecil membelit pinggang, rambut rapi menggambarkan model wajah-wajah remaja pada waktu itu.

Semua personil siap, penonton siap, apakah kau sudah siap? apakah kau yakin sudah siap? apakah kau benar benar yakin sudah siap? apakah kau benar benar benar benar benrrr benar yakin sudah siap? baiklah mari kita bersenang-senang. Dimaikan sebuah lagu intro, sementara Mbak Sari masih bersembunyi diantara panggung, drum, gitar, piano, dan orang-orang yang telah lama menantikannya. Semua memakai sepatu putih setiap kali mereka tampil. Dan kemudian. Semua mata menyorot wanita berbaju merah, sepatu putih, rambut pendek rapi, bibir menyala, dan sabuk kecil yang berlari dari balik panggung menuju mikrofone di depan yang masih kosong tak berpenghuni. Mbak Sari. Aprilia Apsari. Semua orang bersorak. Semua orang bernyanyi. Semua orang menari. Semua orang sedang senang. Lagu pertama masa remadja, tentang masa yang paling gemilang. Masa belia masa-masa untuk bersukaria.

merekah bersemi gairah masa di SMA
semerbak harumnya nirwana tak akan terlupa

Tuesday, 22 October 2013

Judulnya "Apa?"

Hari ini hanya sampai jam 12, selanjutnya adalah waktu-waktu luang yang tak pernah mengenal kesibukan. Tanpa menyapa satupun orang-orangan kampus, aku bergegas pulang ke rumah kost dan mencari makan murah-murahan sekedar untuk memenuhi tuntutan perut yang lapar. Hanya nasi rames dan gorengan, teh hangat untuk sekedar patu-patutan. Aku kembali ke rumah, membuka jendela kaca, laptop, nyalakan lagu, dan membaca cerita-cerita karya Danarto. Pengarang yang memiliki imajinasi yang sangat hidup dan mampu membangkitkan cerita-cerita fantasi sekaligus jenaka. Cerita-cerita Danarto adalah parodi. Dalam parodinya, yang diejek terutama sastra itu sendiri. Cerita Danarto ini telah mengejek genrenya sendiri - Sapardi Djoko Damono. Sepertinya memang pantas jika aku dipanggil sebagai wong selo, hidup tidak pernah mempunyai kesibukan hanya ada lagu-lagu dan tubuh berbaring di atas kasur empuk. Akhir-akhir ini aku baru mengenal membaca, setelah cerpen-cerpen ramai diperbincangkan sebagai karya sederhana dan mudah untuk menuliskannya. Aku hanya sekedar mencoba. Mulai dari menyelami tulisan yang jarang terlihat oleh mata, pengarang yang tak pernah terdengar di telinga, kertas yang jarang tercium bau khasnya, dan seisi buku yang membuat pusing di kepala. Hanya baru tiga cerita, mata menyuruh tangan menutup buku. Tidur dengan lagu-lagu yang masih menyala.

Tak lama, aku terbangun setelah mendengar adzan ashar mengalahkan nyanyian-nyanyian dari laptop. Masjid-masjid sekitar berlomba menyuarakan panggilan Tuhan, berlomba memerdukannya. Panggilan apa? hey tubuh cungkring, kau dipanggil-panggil. Lanjut tidur? Tubuhku tak mau meninggalkan kasur, sementara suara adzan menyeret orang-orang ke masjid. Tubuh ini tetap tidak mau. Nati saja, jam setengah 5 atau jam 5 sore. Setelah masjid mendapatkan orang-orangnya, aku menambah volume sound laguku. Indie Art Wedding yang mengajakku menyaksikan keributan rumah tangga dan cinta yang sengit. Ballads Of The Cliche dengan Distant Star, tentang dua hati yang tak pernah menyatu. Teman Sebangku yang menikmati bangku taman dengan seduhan secangkir kopi, alunan semilir angin, dan berdansa di kala senja. Payung Teduh yang menjadikan malam sebagai saksi diantara kata-kata yang tak sempat terucap ketika berdua. Mocca dan Endah n Rhesa yang selalu bermain dengan lagu-lagu cinta. Melancholic Bitch bercerita tentang perjalanan joni dan susi yang jatuh miskin hingga mencuri sepotong roti. Tiga Pagi tentang batu tua yang tak pernah bisa menjadi permata. Masih banyak lagi di belakangnya, dan tak mungkin dituliskan disini satu persatu. Lirik-lirik pintar yang membawamu kesana-kemari, merendah-meninggi, duduk-berdiri, berjalan dan berlari, terbang seperti kupu dengan sayapnya. Mata masih sayup setengah bermimpi. Lagu-lagu pentidur sekaligus penghidup, tak apa asalkan lagu-lagu Indonesia.

Sudah jam 5 sore, aku memenuhi panggilan ashar masjid tadi. Cerita sore yang tidak perlu. Haha Selamat menikmati Senja.

*wong selo adalah orang yang selalu mempunyai waktu luang dan tidak pernah mempunyai kesibukan

Manusia HaHa
Kamar Kost, 22 Oktober 2013

Sunday, 20 October 2013

mataku, matamu

tak pernah ada alasan yang membuatku jauh darimu
rinduku dan rindumu memang sangat langka
namun mereka tak pernah menyalahkan jarak dan waktu
karena kita memang selalu bersama-sama
walau hanya sekedar berjalan tanpa begandeng tangan
menikmati cahaya matahari di siang hari
atau waktu senja di pantai sore itu
lihatlah mataku, aku lihat matamu
kita sama-sama menemukan wajah dan mata kita di sana

oktober 2013

Saturday, 19 October 2013

setelah hujan pergi

wangi hujan masih berbonga-bonga di sisa malam
setelah rintik-rintik menetes jatuh ke bumi sore tadi
gardu pos kampling depan rumah semakin sepi
memberikan rasa aman kepada maling kampung
anjing rumahan menggonggong membelah sunyi malam
mungkin sedang merindukan musim kawin
"tarah yo asu, nek ra kuat cepitno lawang kono lo su!"
aku masih menikmati suasana sehabis hujan ini
sengaja meninggalkan tidur dan mimpi
duduk bersendiri di tepian malam
menyanyikan lagu-lagu tentang hujan
suasana sehabis hujan
utusan dari langit untuk bumi
setelah menahan rindu selama 365 hari
lalu setelah hujan pergi
ia menyapa tanah-tanah basah dan bau wangi
mengajaknya berlari, menari, riang dan gembira
atau menikmati indahnya pelangi di sore hari
aku selalu suka suasana sehabis hujan
selalu setia menanti hujan reda,
seperti pelangi~ erk

Oktober 2013

bulan yang ingin bermimpi

bulan berjalan di lorong gelap malam
kuning seperti gadis kecil yang mungil
hidup sendu di atas awan
tak pernah tidur di waktu malam
cahayanya masih terang mengalahkan bintang-bintang

bulan masih berjaga bersama langit yang kelam
sementara waktu sudah meninggalkan malam
melahirkan pagi yang menjadi awal hari
walau lelah, ingin tidur seperti kita manusia
tapi matahari belum siap menggantinya

bulan pernah bermimpi
belari sama kencangnya dengan bumi
atau bersembunyi dari matahari
yang selama ini memaksanya bercahaya
ia ingin tidur tetapi tak ingin mati

bulan datang menghampiri
pada orang tidur yang memanjakan mata
laki-laki bungsu yang nyingkruk di dalam sarung
yang menghabiskan hidupnya di dalam tidur
hey su! jangan tidur saja, bangun dari mimpimu

bulan iri pada kita yang selalu bermimpi
pada siang dan malam di atas kasur
mungkin akan menjelma menjadi hujan
sengaja jatuh ke bumi, pelarian dari hakikatnya
lalu perlahan meresap de dalam tanah, dalam mimpi

laki-laki itu berkata
pejamkan matamu!
jangan terjaga, tak ada apa-apa di luar sana
jangan terjaga, diluar hanya ada yang fana~ melbi.
bukankah tidur itu menyenangkan? iya, kataku

oktober 2013

Friday, 11 October 2013

Teman nyata dari alam mimpi

Gerimis masih bernyanyi di atas genteng kamar kost saat ini. Inilah sisa-sisa hujan yang baru saja menemuiku siang ini. Suaranya masih terngiang-ngiang di telinga, menggelitik di hati. Mungkin dia adalah hujan di dalam mimpiku semalam, ia menerobos keluar dari dimensi dunia mimpi dan masuk ke dalam dunia nyataku siang ini.

Sore hari sebelumnya, kamis aku memutar lagu Kampus Kemarau dari White Shoes and The Couples Company. Lagu yang bercerita tentang orang-orang kampus yang kepanasan berharap hujan datang setiap hari, menyuruh matahari sejenak bersembunyi. Lagu itu kunikmati karena hujan sedang libur saat ini, memang oktober sedang tidak musim hujan. Atau mungkin hujan sedang mengumpulkan rintik-rintik rindu, ditenunnya satu-satu lalu menunggu waktu yang tepat untuk menyampaikan rindu untuk orang-orang bumi. Aku yakin hujan tau kapan waktu yang tepat ia turun. Malam hari aku bermimpi, yaa suasana yang sama dengan lagu Kampus Kemarau. Kepanasan di kampus lalu tiba-tiba hujan turun, masih teringat aku bernyanyi-nyanyi diantara derasnya hujan saat itu. Hujan telah menerobos keluar dari dunia mimpi dan masuk ke dalam dunia nyata siang ini. Mungkin bukan hanya aku, dia juga rindu, tidak puas bertemu di dalam mimpi ia menyatakan dirinya ke dalam waktu yang mungkin sudah ia rencanakan sebelumnya. Hujan memaksa matahari sejenak bersembunyi di antara mendung-mendung yang rata di sekitaran kota Jogja yang terlihat kelam ini. Walau tidak lama, namun bisa kurasakan belaian derasnya hujan menyentuh kedua tanganku. Kunikmati itu. Tak lama hujan pun pergi, menyisakan gerimis kecil-kecil ini. Ayam-ayam mulai mencari makan menakur-nakur tanah yang basah karena hujan. Walau hanya sebentar hujan telah meluluhkan rindu bersama deras airnya yang telah lama kutunggu. Hujan adalah teman setia. Nyata. Terima kasih Tuhan, Engkau telah datangkan hujan ke dalam pelukan...........















Np:Desember-Pandai Besi, Efek Rumak Kaca

kamar kost, 10 Oktober 2013

Tuesday, 8 October 2013

Funtai haha, Siung

Aku, Rosi, Ani. Yaa hanya tinggal tersisa tiga orang ini di Jogja, yang lain pulang Ngawi, sibuk kampus, alasan tugas, acara seminar, dan mungkin lupa kalau mereka juga butuh bersenang-senang. Bertiga memutuskan berangkat walaupun rasanya ganjil karena kurang satu orang lagi menjadi genap.

Sabtu, 5 Oktober 2013 berangkat dari Yogja jam 13.30. Belanja, perjalanan, ban bocor, tambal, perut lapar, mata lelah, tangan nyetang, hingga sampai di tempat tujuan jam 04.15 WIB. Siung. Pantai terfavoritku di Gunung Kidul, suka pantai ini karena nyaman, indah, ramah, tebing, karang, dan kenangan yang tak perlu dituliskan di sini. Perjalanan yang lelah disambut oleh biru-biru laut di antara tebing-tebing karang, seketika lelah kutinggalkan di pinggir jalan, hilang dicuri oleh waktu yang bahagia itu. Sedikit kecewa melihat pantai saat itu sangat ramai, ada sekawanan mahasiswa ilmu ekonomi UPN yang ber-makrab diantara pasir dan ombak pantai. Yahh harus bagaimana lagi, sudah tidak ada pilihan lain sementara sabtu sudah menuju waktu sore. Sampai di Siung langsung menuju warung makan, tempat langganan setiap aku ke pantai ini. Warung makan sederhana, murah, pemilik warung yang ramah. Kami makan ikan tuna haha. Setelah perut bahagia, menuju pasir pantai, mendirikan tenda. Tenda baru loh ini, beli jumat malam "consina magnum 4" langsung berdiri di bibir pantai, rumah baru. Selanjutnya Nyenjaa..Nikmati bahagianya waktu yang menyemburat jingga-jingga dengan awan-awan yang sedikit melancholia.

Monday, 7 October 2013

dalam kewirausahaan

omongan mbulet seperti rambut ruwet
pinter dalam pengetahuan
tapi bodoh dalam penyampaian
mata melihat konsep-konsep
tapi buta dalam penerapan
wah

ruang kelas, 7 okt 2013