Malam
dan bola lampu sedang santai di warung kopi seberang jalan.
“Aku
pesan kopi pahit, pakai gula sedikit
saja.” Kata lampu.
Ia
sedang menjaga malam, menciptakan bayang-bayang di dalam kegelapan.
Bayangkan
saja jika Alfa Edison tidak menemukan bola lampu,
orang akan kesusahan mencari bayang-bayang di dalam
gelap malam.
Warung
kopi tampak remang dari seberang jalan;
cahaya
lampu yang kuning menembus celah-celah gedhek
rayapan.
Bayangan
bermain-main disana; ada yang mirip burung, ada yang serupa harimau,
ada
yang seperti ikan; berenang, melompat seperti lumba-lumba di permukaan.
Warung
kopi tampak seperti kebun binatang dari seberang jalan.
Bola
lampu suka malam, memang begitulah pada
hakekatnya.
Saat
malam, bola lampu akan lebih banyak diperhatikan.
Ia
sedih saat pagi datang, dan saat siang; bola lampu akan diabaikan.
Ada
yang sedang mendengarkan percakapan lampu dan malam dari seberang jalan.
Penyair
selalu berfilosofi tentang apa saja yang saat itu sedang ditemuinya.
Mata
yang teliti, sadar akan benda-benda di sekelilingnya.
Tiba-tiba
pandangannya buyar ketika bola lampu menyebutnya.
“Hey
su, apa kepalamu tidak merasa bising ketika
kau
dengar semua benda itu bercakap?”
“Ah,
aku sahabat malam, olehnya aku terselamatakan dari kesunyian”.
25
maret 2014
No comments:
Post a Comment