Tuesday 8 April 2014

Di seberang jalan

Malam dan bola lampu sedang santai di warung kopi seberang jalan.
“Aku pesan kopi pahit, pakai gula sedikit  saja.” Kata lampu.
Ia sedang menjaga malam, menciptakan bayang-bayang di dalam kegelapan.
Bayangkan saja jika Alfa Edison tidak menemukan bola lampu,
orang  akan kesusahan mencari bayang-bayang di dalam gelap malam.

Warung kopi tampak remang dari seberang jalan;
cahaya lampu yang kuning menembus celah-celah gedhek rayapan.
Bayangan bermain-main disana; ada yang mirip burung, ada yang serupa harimau,
ada yang seperti ikan; berenang, melompat seperti lumba-lumba di permukaan.
Warung kopi tampak seperti kebun binatang dari seberang jalan.

Bola lampu suka malam, memang begitulah  pada hakekatnya.
Saat malam, bola lampu akan lebih banyak diperhatikan.
Ia sedih saat pagi datang, dan saat siang; bola lampu akan diabaikan.

Ada yang sedang mendengarkan percakapan lampu dan malam dari seberang jalan.
Penyair selalu berfilosofi tentang apa saja yang saat itu sedang ditemuinya.
Mata yang teliti, sadar akan benda-benda di sekelilingnya.

Tiba-tiba pandangannya buyar ketika bola lampu menyebutnya.
“Hey su, apa kepalamu tidak merasa bising ketika
kau dengar semua benda itu bercakap?”
“Ah, aku sahabat malam, olehnya aku terselamatakan dari  kesunyian”.


25 maret 2014

No comments:

Post a Comment