Monday, 31 March 2014

Pantai Nguyahan



Mari bernyanyi; bersama Jalan Pulang dan Banda Neira. Nelangsa-riang di dalam perjalanan pulang. Biarkan dua band folk ini memandu arah tujuan kita. Berlayar dengan kapal kertas, menyanyikan lagu berdua hingga nyatalah kini bahwa kita telah tersesat ke entah berantah. Di dalam tanda tanya..

Jalan Pulang
Hari ini kutempuh jalanku
kembali resapi mimpi
kutempuh perjalan ini
dengan gelisah selimuti hati
.......
Kemanapun aku kan pergi
ku kan slalu pulang ke hatimu
Kemanapun aku kan berjalan
ke pelukmulah ku kan singgah...

Ah, lupakan lupakann...lupakan!
Acara yang sudah saya agendakan jauh-jauh hari; nonton konser Banda Neira dan Jalan Pulang 15 maret yang lalu terpaksa saya BATALKAN! Hal ini dikarenakan acara camping yang saya pikir lebih menyenangkan daripada nonton konser; sendiri, di tengah-tengah keramaian (berpasang-pasangan), nyanyi-nyanyi lagu nelangsa, gak jelas. Mending saya pergi ke pantai; bermalam, senang-senang, bakar ikan, bersama teman. Pilihan saya tepat, kali ini tidak ada penyesalan untuk meninggalkan Banda Neira dan Jalan Pulang, lagipula saya juga sudah pernah nonton keduanya, jadi tidak masalah jika kali ini saya absen di konser mereka.
Sebagai gantinya, seperti yang telah direncanakan sebelumnya, kami akan mengadakan camp di pantai, gunung kidul, yogyakarta. Bukan saya yang membuat acara ini, saya hanya diajak teman untuk mengadakan camp di pantai. Bisa dibilang ini adalah acara dadakan tanpa persiapan yang panjang. Tak perlu ada yang dirisaukan, semua alat sudah lengkap, kami hanya tinggal berangkat. Kapanpun ada yang mengajak acara keluar, aku selalu siap! Aku siap! Aku siap! Aku siap!

Wednesday, 5 March 2014

Di Restoran

Sebuah cerpen dari puisi Di Restoran, karya: Sapardi       

       MALAM menyisakan dingin. Sejak sore tadi hari didatangi hujan lebat. Meski kini hujan telah pulang ke rumah, namun dingin yang dibawa ia tinggal sebagai oleh-oleh dari mendung hitam. Jalan-jalan kota telah sepi ditambah genangan-genangan air yang membuat orang lebih senang bermalas-malasan di dalam ranjang. Bergoyang-goyang mencari kehangatan malam. Dengan tubuh mengigil Gatot mengendarai motornya, melaju zig-zag menghindari genangan air yang sesekali ia tembus dan kubangan terbelah ke arah kiri-kanan sisi jalan. Dini, kekasihnya ada di jok belakang. Tangannya melilit pinggang Gatot dengan sangat erat. Lebih erat dari sabuk pengaman atau ikat pinggang celana yang dikenakan Gatot. Sepasang kekasih mengigil kedinginan. Mereka berdua mencari-cari restoran yang berjajar sekitaran di pinggir jalan Godean. Ada banyak restoran yang masih buka namun tak satupun yang menarik selera mereka berdua. Dingin-dingin seperti ini masih bersemangat keluar malam untuk makan berdua apalagi dengan kekasihnya tercinta. Pikir Gatot.

Tuesday, 4 March 2014

Dompet

Dompet mbladus, dompetku yang lusuh
masih setia kugembol di dalam saku celana.
Jika lapar adalah satu-satunya cara 
untuk bertahan hidup, aku masih menyimpan
sebuah pedang dan seorang kapittan di dalam dompet.

Pattimura harta yang berharga,
Pattimura tak pernah kehilangan kharisma.
Jika lapar mengusik ketenangan perut kecil ini,
biar sang kapittan menebas dengan pedangnya.

Pattimura pahlawan rakyat jelata,
sifat-sifat kabaresi, jiwa kesatria.
Pergilah lapar, jika tak ingin tebasan pedang
seperti pasukan belanda yang kalang kabut
oleh panglima perang Pattimura.

04-03-2014

Saturday, 1 March 2014

Puisi: Siang Hari

#Menjaga Jemuran.
Siang masih berjaga dengan mendung hitam.
Siapa tahu tiba-tiba hujan datang, ia harus
siap menyelamatkan jemuran.

#Ayam
Ayam masih ramai petok-petok dalam siang.
Mendengarnya aku teringat pada teman
yang mulutnya pandai menirukan berbagai macam
suara binatang: termasuk juga ayam.
Mungkin yang berkokok di belakang itu temanku
menjelma ayam.

#Rincik Air
Rumah sedang sepi: di sini sudah tak ada kamu lagi.
Hanya terdengar suara keran bocor di kamar mandi.

#Kantuk
Dinding terus berdetak karena ditinggalkan oleh jam.
Ia menggenggam jarum jam yang terus berputar
menimbulkan "tik tok" di samping kalender.
Dinding suka bunyi-bunyian, ia tidur dalam kantukku.

#Televisi
Televisiku yang paling berbahagia
meski semesta telah pepat dalam tabung dan layarnya,
televisi tak pernah menyala.
Ia suka mencabut colokan dari outlet listrik, mengimajinasikan
apa saja yang bisa muncul ke layarnya: bisa pinguin
di kutub utara, ikan paus di laut, juga tubuhmu tentunya.

#Jemuran
Matahari sangat terik membuka cakrawala.
Awan-awan mungil menari dan berdansa
merayakan sinar sang surya.
Bunga-bungaku bermekaran di kawat jemuran
menunggu kumbang-kumbang berdatangan.

#Jendela
Sengaja kubuka jendela supaya angin bisa masuk
ke dalam kamarku yang lembab. Kepalaku juga penat.
Untung saja ada jendela, aku bisa melihat
warna-warna di luar sana.

#Rintik Hujan
Saat hari panas, kita suka berbicara tentang hujan
di musim kemarau yang panjang.
Kataku, itu adalah rintik air mataku yang rindu
dan tak pernah bisa kauterjemahkan dengan matamu.

#Mantel Hujan
Di antara deretan jemuran, aku melihat mantel
yang pernah kau kenakan saat menikmati hujan bersamaku.
Mantel itu kau titipkan kepadaku. Tinggalkanlah, kataku:
biar aku yang menjaga mantelmu dengan rapi
agar kau bisa memakainya saat merayakan hujan
bersamaku lagi di lain hari.

01-03-14