Sunday 5 January 2014

Artikel Pendidikan


Pendidikan Alam: Menciptakan Karakter Anak

MATA KULIAH : SOSIO-ANTROPOLOGI PENDIDIKAN

Bondan Pangesthi Yuwono

12601241015

PJKR A


Abstrak

Belajar tidak hanya dilakukan pada saat jam pembelajaran di sekolah formal, belajar dapat dilakukan kapan saja, dengan siapa saja, dan dimana saja. Pendidikan nonformal difungsikan sebagai pengganti, penambah, dan mendukung pendidikan formal sebagai pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal dapat dilaksanakan salah satunya melalui kegiatan di alam dengan naik gunung, outbound, berkemah, pelestarian alam dan kegiatan lingkungan alam lainnya. Pendidikan alam dapat membentuk kepribadian anak yang berkarakter dan bertanggung jawab, menumbuhkan sifat aktif, kreatif, disiplin, tidak mudah putus asa serta berani mengambil keputusan atas dasar perhitungan yang matang.

Naik gunung adalah salah satu aktivitas alam yang mempunyai berbagai pelajaran untuk menciptakan karakter yang tangguh pada anak. Mendaki gunung bagaikan sedang menjalani kehidupan yang sesungguhnya. Aktivitas pendakian memiliki banyak bahan pengajaran pendidikan karakter yang dibutuhkan seseorang utntuk menjalani kehidupan di dunia nyata.

Kata kunci: pendidikan, alam, karakter, kehidupan


A. Pendahuluan

Pendidikan saat ini dirasa semakin jauh dari makna hakiki pendidikan yang sesungguhnya. Keberantakan yang terjadi disebabkan karena sistem yang tidak selaras dengan makna pendidikan bagi manusia. Kondisi tersebut memunculkan berbagai inovasi dan alternatif dalam mengatasi masalah pendidikan dengan tujuan menciptakan generasi yang siap mengahadapi tantangan kehidupan di dunia nyata. Inovasi tersebut dilatarbelakangi oleh tantangan untuk mengatasi masalah-masalah di dalam dunia pendidikan yang diharapkan dapat menciptakan pendidikan yang bermutu dari segala aspek yang dapat mengembangkan kepribadian yang berkarakter dan menghasilkan generasi bangsa yang bermartabat. Lingkungan masyarakat mempunyai andil yang besar dalam mewujudkan keberhasilan tujuan pendidikan melalui usaha pendidikan nonformal di lingkungan masyarakat itu sendiri. Pendidikan di dalam masyarakat lebih mengarah kepada pendidikan untuk kehidupan dengan tujuan mengembangkan potensi diri anak agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, aktif dan kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.


Pendidikan lingkungan akan lebih bermakna bagi anak didik karena mereka dapat mengalami langsung dengan praktik di lapangan. Metode pendidikan seperti ini dapat berguna untuk membekali anak sebelum mereka hidup di dunia setelah lulus dari sekolah nantinya.

Di indonesia sudah banyak sekolah yang menjadikan alam sebagai media belajar mengajar. Sekolah alam hadir dengan konsep pendidikan fitrah, sekolah bukan lagi beban melainkan realitas kehidupan yang mereka hayati dengan penuh. Ditengah-tengah arus globalisasi yang tidak bisa dihindari ini juga telah muncul gerakan masyarakat memlalu program desa mandiri. Dalam desa mandiri terdapat berbagai aktivitas masyarakat yang dapat mengatasi laju globalisasi dengan kegiatan yang bermanfaat bagi alam dan kehidupan. Dalam hal ini pendidikan masyarakat diselenggarakan sebagai suatu proses belajar hidup di dalam kehidupan lingkunagan masyarakat yang berlangsung sepanjang hayat, pendidikan yang berlangsung mulai dari manusia lahir sampai mati. Dalam artikel ini akan membahas diantaranya: pendidikan nonformal sebagai pendidikan sepanjang hayat, menciptakan karakter melalu pendidikan alam sebagai pendidikan nonformal, implementasi ilmu alam dalam kehidupan.


B. Pembahasan

1. Pendidikan Nonformal Sebagai Pendidikan Sepanjang Hayat.

Pendidikan yang kita ketahui kebanyakan hanya pendidikan formal yakni di sekolah, tetapi selain pendidikan formal disekolah, karakter anak didik dapat dibentuk melalui pendidikan nonformal di lingkungan masyarakat yang mengarah kepada kehidupan bermasyarakat.

Menurut pengertian Undang-undang Sisdiknas tahun 2003 pasal 1 ayat 12, Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.

Coombs (Trisnamansyah, 2003: 19 dalam Halim Malik 2011) mendefinisikan nonformal education sebagai setiap kegiatan pendidikan yang diorganisasikan di luar sistem persekolahan yang mapan baik dilakukan secara terpisah atau sebagai bagian penting dari kegiatan yang lebih besar, dilakukan secara sengaja untuk melayani peserta didik tertentu guna mencapai tujuan belajarnya.

Pada hakikatnya pendidikan nonformal sudah ada sejak manusia hidup di bumi sebagai wujud interaksi dengan masyarakat di dalam kehidupan berkelompok. Pendidikan kelompok di masyarakat telah jauh dilakukan manusia sebelum sekolah formal lahir di dalam kehidupan masyarakat. Pendidikan luar sekolah bermula pada pendidikan di dalam keluarga yang mendasari adanya interaksi yang berupa transmisi pengetahuan, keterampilan, sikap, nilai, dan kebiasaan. Pada dasarnya kegiatan tersebut menjadi akar untuk tumbuhnya perbuatan mendidik yang dikenal dewasa ini. Kemudian di dalam pendidikannya akan ditransformasikan nilai-nilai kehidupan seperti ketrampilan bercocok tanam. Kegiatan belajar mengajar tersebut akan terus diwariskan secara turun temurun untuk melestarikan kebudayaan yang dimiliki dalam masyarakat yang kemudian menjadi akar bagi pendidikan masyarakat. Pendidikan luar sekolah telah mengakar di dalam adat dan kebudayaan di dalam masyarakat yang mendorong mereka untuk tetap belajar atas dasar nilai-nilai budaya yang ada.

Halim Malik (2011) Pendidikan luar sekolah didasari oleh empat asas yaitu asas kebutuhan, asas pendidikan sepanjang hayat, asas relevansi dengan pembangunan masyarakat, dan asas wawasan ke masa depan. Dalam hal ini perhatian lebih ditujukan pada asas pendidikan sepanjang hayat yang relevan dengan topik yang sedang dibahas.

Menurutnya, Belajar sepanjang hayat adalah suatu proses yang terus menerus untuk setiap orang dengan menambah dan menyesuaikan pengetahuan dan keterampilannya, serta pertimbangan dan kemampuan untuk tindakannya. Hal itu membuat manusia menjadi sadar akan diri sendiri dan lingkunganya, dan untuk memainkan peranan sosial dalam pekerjaan dan dalam lingkungan masyarakat. Pengetahuan, keterampilan kerja, pemahaman bagaimana hidup dengan orang lain, dan keterampilan-keterampilan hidup, merupakan empat aspek yang terkait sangat erat dari kenyataan yang sama.

John Dewey (dalam Suparlan 2013), seorang ahli pendidikan dari Amerika mengungkapkan, pendidikan bukanlah sebagai proses persiapan kehidupan, tetapi pendidikan adalah kehidupan itu sendiri. Proses pendidikan sesungguhnya lebih merupakan suatu proses sosial, satu proses belajar dalam hidup dan kehidupan.

Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses belajar hidup di dalam kehidupan lingkunagan masyarakat yang berlangsung sepanjang hayat, mulai dari pendidikan yang utama yaitu pendidikan keluarga hingga pendidikan di dalam lembaga pendidikan sekolah. Lembaga sekolah memang bukanlah satu-satunya institusi pendidikan yang dapat kita gunakan sebagai tempat belajar. Pendidikan keluarga dan pendidikan masyarakat juga tidak kalah pentingnya di dalam proses belajar dalam hidup dan kehidupan. Namun, ketiganya saling melengkapi sehingga proses pendidikan dapat berjalan sepanjang hayat. Di dalam pendidikan sepanjang hayat, pendidikan nonformal di masyarakat memiliki peranan lebih mengingat pendidikan masyarakat masih bisa didapatkan sampai kapanpun selama manusia hidup di bumi ini. Berbeda dengan pendidikan di sekolah formal yang hanya sebatas masa belajarnya, jika siswa telah lulus maka proses pendidikan juga telah berakhir. Keluarga dan masyarakat memiliki peranan penting terhadap kelangsungan pendidikan sepanjang hayat. Sejak lahir manusia telah mendapatkan pendidikan dari keluarga dan lingkungan masyarakat sebelum masuk di dalam lembaga sekolah. Kemudian setelah lulus dari sekolah, kembali manusia harus belajar di dalam masyarakat dan menerapkan ilmu-ilmu yang di peroleh untuk mengabdikannya kepada masyarakat.


2. Menciptakan Karakter Melalui Pendidikan Alam Sebagai Pendidikan Nonformal.

Belajar tidak hanya dilakukan pada saat jam pembelajaran di sekolah formal, belajar dapat dilakukan kapan saja, dengan siapa, dan dimana saja. Pendidikan nonformal difungsikan sebagai pengganti, penambah, dan mendukung pendidikan formal sebagai pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal dapat dilaksanakan salah satunya melalui kegiatan di alam dengan naik gunung, outbound, berkemah, pelestarian alam dan kegiatan lingkungan alam lainnya. Pendidikan alam dapat membentuk kepribadian anak yang berkarakter dan bertanggung jawab, menumbuhkan sifat aktif, kreatif, disiplin, tidak mudah putus asa serta berani mengambil keputusan atas dasar perhitungan yang matang.

Pendidikan alam lebih efektif dalam pembentukan karakter anak daripada di sekolah formal melalui program-program pendidikan karakter di sekolah. Di alam, karakter anak anak terbentuk dengan sendirinya karena mereka mengalami secara langsung dengan mengenal objeknya. Bukan melalui metode-metode pelatihan kedisiplinan seperti yang dilakukan di dalam lembaga pendidikan. Salah satu contoh pendidikan alam adalah dengan mendaki gunung. Melalu pendakian gunung, seseorang dapat belajar dari alam dengan lengkap mulai dari pembentukan karakter individu hingga kehidupan sosialnya karena semua media belajar telah disediakan oleh alam.

Soe Hok Gie pernah menjelaskan alasan Ia suka mendaki gunung, seperti yang telah diungkapkan dalam film yang berjudul Gie (Riri Reza: 2005). "Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal objeknya. Dan, mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat."

Naik gunung adalah salah satu aktivitas alam yang mempunyai berbagai pelajaran untuk menciptakan karakter yang tangguh pada anak. Mendaki gunung bagaikan sedang menjalani kehidupan yang sesungguhnya. Aktivitas pendakian memiliki banyak bahan pengajaran pendidikan karakter yang dibutuhkan seseorang utntuk menjalani kehidupan di dunia nyata.

Nouf Zahrah Anastasia mempunyai pendapat bahwa kata "karakter" maksudnya adalah bagaimana seseorang menampilkan kebiasaan positif dalam menyikapi segala kejadian yang dihadapinya dalam kehidupan. Kebiasaan positif itu tentunya dapat dipelajari dan perlu dibangun/dilatih. Melalui kegiatan mendaki gunung, seseorang dapat membangun karakter positif dirinya dengan alamiah.

Sebelum memulai pendakian, seorang pendaki harus melakukan persiapan dengan baik. Secara otomatis orang yang akan melakukan aktivitas pendakian sebenarnya telah belajar mengenai banyak hal yang positif bagi hidup dan kehidupannya. Sejak awal persiapan, yang harus dipersiapkan sebelum mendaki diantaranya meliputi penentuan tujuan, manajemen perjalanan, mempelajari kondisi medan dan menguasai tips penanganan darurat jika terjadi kecelakaan. Khusus di dalam manajemen perjalan terdapat hal-hal penting yang harus dikuasai pendaki, diantaranya adalah manajemen perjalanan, menajemen makanan, dan manajemen waktu. Di dalam manajemen perjalanan yang harus diperhatikan adalah bagaimana kondisi jalur pendakian sehingga dapat mempersiapkan peralatan yang sesuai dengan jalur dan medan pendakian. Dalam manajemen makanan, memuat sumber nutrisi selama perjalan. Tubuh harus mempunyai sumber makanan dan suplemen nutrisi tambahan agar dapat tetap bugar selama perjalanan. Manajemen waktu membahas tentang berapa lama kita di gunung, serta target-tareget waktu tempuh selama perjalanan.

Melakukan persiapan perjalanan pendakian akan melatih seseorang tidak untuk gegabah dan selalu memperhitungkan di dalam setiap perjalanan hidupnya. Dengan melakukan perencanaan yang matang, berarti seseorang telah bertanggung jawab atas segala aktivitas yang akan dilakukannya.

Tentang kecintaan terhadap alam dan lingkungan, seperti yang telah diungkapkan oleh Gie bahwa, “Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal objeknya.” Dengan mendaki gunung, seseorang bisa melihat kondisi alam secara langsung sehingga dapat merasakan keindahan alam dan menumbuhkan rasa tanggung jawab untuk selalu menjaga dan melestarikannya.

Pelajaran lain yang bisa didapatkan di dalam mendaki gunung adalah kedisiplinan, tanggung jawab, tidak mudah putus asa dan berani mengambil keputusan atas dasar perhitungan yang matang. Secara fisik medan jalur pendakian di gunung itu menanjak, berbatu, tidak rata, dan sangat menguras tenaga. Di dalam perjalanan juga sering dijumpai jalur yang tidak jelas, dan banyak persimpangan yang membuat ragu-ragu di dalam perjalanan. Belum lagi jika ada jurang yang terbentang di samping-samping jalur pendakian, udara yang dingin, dan oksigen yang tipis yang membuat napas menjadi lebih berat. Tentunya seorang pendaki akan membawa peralatan lengkap yang dimasukkan ke dalam ransel menambah beban perjalanan lebih berat lagi.

Salah satu contoh kongkrit latihan kedisiplinan ketika di gunung adalah disiplin tepat waktu. Target yang telah direncanakan sebelumnya harus tercapai dengan tepat. Dalam hal ini dibutuhkan kedisiplinan seorang pendaki agar mampu menepati target waktu yang telah ditetapkan. Pada saat istirahat misalnya, biasanya seorang pendaki akan bermalas-malasan karena kondisi tubuh yang sudah lelah. Orang yang malas biasanya hanya duduk beristirahat dan enggan untuk beraktivitas lagi. Padahal, saat beristirahat suhu tubuh akan menurun drastis karena tidak melakukan aktivitas dan udara gunung yang sangat dingin. Kondisi tersebut dapat menyebabkan tubuh merasa kedinginan yang berakibat pada hiportemia. Akibatnya fatal, kita tidak bisa melanjutkan perjalanan dan hanya akan menyusahkan orang lain di dalam rombongan pendakian. Inilah contoh hal sepele yang bisa merugikan diri kita sendiri maupun orang lain yang hanya disebabkan karena kita tidak disiplin terhadap diri kita sendiri. Waktu istirahat harus dibatasi, jangan terlalu lama karena tubuh bisa kedinginan. Pendaki harus disiplin menepati waktu yang telah direncanakan sebelumnya.

Dalam keseharian, kita sering menjumpai hal-hal yang sering membuat kita tidak didsiplin dan ingin bermalas-malasan. Inilah musuh terberat manusia yang dikuasai oleh hawa napsu. Sebenarnya kita telah mengetahui bahwa malas tidak akan menyelesaikan pekerjaan, sebelumnya telah banyak kita alami kejadian yang telah mengajarkan untuk tidak berbuat malas. Namun kita masih saja mengulanginya.

Banyak yang menganggap semua kegiatan tersebut sebagai masalah yang berat sehingga menghindari olahraga alam ini. Banyak yang menilai naik gunung adalah aktivitas yang melelahkan. Ada juga yang menilai kegiatan ini adalah kegiatan yang menyeramkan karena berada di dalah hutan gunung yang jauh dari semua kenikmatan kota. Semua aktivitas hanya bergantung kepada alam, kondisi cuaca bisa berubah kapan saja bahkan dalam hitungan menit saja. Dapat disimpulkan mendaki gunung adalah aktivitas yang berat sehingga memungkinkan seseorang merasa takut untuk mencobanya. Namun, pengalaman mendaki akan memberikan kesempatan seseorang untuk menghilangkan rasa takutnya karena sebenarnya semua orang bisa melakukannya. Semua hanya tergantung pada mental dan kemauan seseorang.

“Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat." Mendaki gunung juga merupakan olahraga yang dapat membuat badan tetap sehat dan bugar. Selain itu, olahraga naik gunung juga dapat melibatkan individu yang lainnya. Dalam mendaki sering kali kita menjumpai medan yang sulit untuk dilalui, sementara setiap individu memiliki kondisi fisik dan kebugaran yang tidak sama. Dalam perjalanan seseorang pasti akan merasa lelah, kedinginan, jatuh bahkan sampai kakinya terkilir. Teman yang lain berkesempatan untuk memberikan bantuan, dukungan, ataupun saling menjaga satu sama lain. Disini seorang pendaki diajarkan untuk saling tolong menolong antar sesama. Karakter saling tolong menolong akan lebih terarah karena di alam sifat manusia sebagai manusia sosial yang selalu membutuhkan bantuan orang lain akan sangat terlihat.

Ketika mendaki, sering dijumpai adanya perbedaan pendapat antar sesama pendaki dalam menentukan perencanaan target yang akan dicapai. Di dalam pendakian seseorang telah belajar untuk memahami karakter dan kepribadian setiap individu yang berbeda-beda. Seseorang telah belajar untuk menyikapi setiap perbedaan yang dimiliki masing-masing individu di dalam rombongan pendakian. Belajar berendah hati dan selalu menghargai pendapat orang lain dengan penuh perhatian, berani mengungkapkan pendapat dan memusyawarahkan hingga mendapat kesepakatan yang telah disetujui bersama. Seseorang akan belajar bijak di dalam kondisi yang sulit serta bisa membedakan antara kepentingan individu dengan kepentingan orang lain. Di sini, seseorang juga bisa lebih mengontrol emosi diri dan tidak egois.

Selain melatih nilai-nilai sosial, mendaki gunung juga merupakan kegiatan meditatif yang dapat membentuk pengalaman spiritual seseorang. Dikatakan meditasi karena mendaki itu seperti orang yang sedang bermeditasi. Saat berjalan pada jalur yang terjal, seorang pendaki hanya akan berfokus kepada apa yang sedang dihadapi pada saat itu saja. Berfokus pada mengatur napas dan selalu memperhatikan setiap langkahnya. Belajar untuk tidak memikirkan masa yang telah berlalu dan tidak mengkhawatirkan apa yang ada di depan. Saat itu, seseorang hanya akan berfokus dengan apa yang sedang dilakukan pada saat itu saja. Seseorang akan merasakan bahwa setiap napas adalah nikmat Tuhan yang harus di syukuri karena pada saat di gunung udara sangat tipis sehingga napas menjadi lebih berat. Seseorang bisa merasakan setiap udara yang masuk melelui hidung lalu dihembuskan melalui mulut bagaikan sumber energi yang sangat berharga. Mengelola napas, mengolah energi yang ada di dalam tubuh hingga menemukan ketenangan spiritual batin manusia. Di dalam pengertian spiritual, puncak diartikan sebagai derajat tertinggi spiritual manusia, untuk mencapainya harus melalu ujian can cobaan yang berat. Jika telah mencapai puncak, seseorang akan merasakan kedekatannya dengan sang pencipta. Bawasanya manusia itu manunggal dengan Tuhannya. Maka tak jarang orang yang mendaki gunung hanya bertujuan untuk mendekatkan diri dengan Tuhan.

Banyak pula orang yang naik gunung karena alasan ingin mencari jati dirinya. Di gunung, seseorang dapat mengenali siapa dirinya yang sejati. Semua sifat-sifat seseorang akan terlihat saat mendaki. Egois, tidak peduli sesama, sombong, keras kepala, semua akan terlihat saat pendakian. Lebih dalam lagi, seseorang bisa mennyadari bahwa dirinya hanya ciptaan Tuhan yang tidak ada apa-apanya dibandingkan kekuasaan Tuhan di alam semesta ini. Pada saat di puncak gunung seseorang dapat melihat seluruh jagad raya, langit dan bumi beserta seisinya. Manusia bagaiklan sebutir pasir yang sangat kecil jika dibandingkan semua ciptaan Tuhan di seluruh semesta.

Pendidikan alam memang mempunyai ajaran yang sangat lengkap mulai dari pendidikan karakter, kehidupan sosial hingga hubungan batin antara manusia dengan Tuhan. Sesuai dengan landasan Yuridis Pendidikan Nasional tentang Definisi pendidikan yaitu pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual dan keagamaan, pengembangan diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sesuai dengan definisi tersebut, sekolah alam mencoba mewujudkan apa yang diinginkan melalu kegiatan belajar mereka.

Alam sebagai media pembelajaran mampu melaksanankan tujuan pendidikan tersebut sesuai dengan kodrat dan pendidikan fitrah manusia sejak lahir hingga mati. Tentunya semua ilmu alam itu sangat bermanfaat bagi manusia di dalam hidup dan kehidupannya.


3. Implementasi Ilmu Alam Dalam Kehidupan.

Menjalani kehidupan layaknya mendaki sebuah gunung yang menjulang tinggi dengan semua rintangan yang ada di setiap waktu. Ketika mendaki, seseorang hanya akan fokus terhadap apa yang sedang dihadapinya saat itu. Konsentrasi akan dipusatkan pada puncak tanpa menghiraukan apa yang ada di bawahnya. Seperti yang kita alami sehari-hari, orang yang ingin mencapai puncak kesuksesan hidup akan jarang sekali melihat apa yang dialami di masa lalu. Belajar untuk selalu sadar dan fokus untuk melakukan yang terbaik di setiap apa yang sedang dijalani. Kegagalan hanya dijadikan batu loncatan untuk meraih keberhasilan di masa depan.

Ilmu gunung sangat bermanfaat bagi hidup manusia terutama di dalam menjalani kehidupannya di lingkungan masyarakat. Nilai-nilai yang terkandung menjadi dasar untuk menjalani kehidupan sebagai makhluk sosial yang selalu hidup bermasyarakat. Jika seseorang telah memiliki nilai-nilai sosial tersebut, bukan tidak mungkin dia akan dijadikan sebagai panutan di dalam masyarakat. Seseorang bisa menjabat sebagai ketua RT atau pejabat desa lainnya yang bisa mengayomi dan melayani masyarakat dengan solidaritas sosial yang tinggi.

Mendaki gunung bagaikan dengan sedang menapaki kehidupan yang sesungguhnya. Dalam pendakian, seseorang tidak hanya membawa tas ransel dengan beban yang sangat berat, namun juga menerapkan pengetahuan dasar alam bebas. Salah satu contohnya adalah ketrampilan memasak. Di gunung pastinya kita juga harus bisa memasak untuk memenuhi kebutuhan energi tubuh saat mendaki karena di gunung tidak ada penjual makanan. Entah itu laki-laki atau perempuan semua dituntut untuk bisa memasak. Seseorang akan terbiasa dengan ketrampilan memasak sehingga siap jika mereka berumah tangga nantinya. Jalur pendakian biasanya terdapat pos-pos dimana kita bisa beristirahat selama perjalanan. Pos-pos tersebut diibaratkan sebagai tahapan-tahapan di dalam kehidupan. Untuk mencapainya, setiap tahapan memiliki tingkat kesulitan yang berbeda-beda. Semakin tinggi tingkatan kehidupan akan semakin sulit untuk mencapainya. Seperti sekolah, agar bisa naik kelas kita harus melalu ujian akhir semester. Jika lulus dalam ujian, maka kita bisa melanjutkan ke tahapan selanjutnya. Namun jika gagal harus mengulang sampai kita bisa lulus di dalam ujian. Dari kelas satu, kelas dua, kelas tiga tetntunya materi pelajaran akan semakin sulit dan begitu juga dengan ujian kenaikan tingkatnya. Di setiap pos seseorang bisa beristirahat sejenak, sambil mempersiapkan perjalanan menuju pos selanjutnya. Memperlajari semua apa yang ada di depan sehingga sudah siap sebelum memulai perjalanan selanjutnya.

Begitu juga dengan kehidupan yang harus direncanakan dengan matang sebelum melangkah ke depan yang berkaitan dengan perjalanan hidup. Sebelum membuat perencanaan, kita harus mengenali potensi yang kita miliki. Hal tersebut sangat penting agar apa yang akan kita jalani sesuai dengan potensi yang kita miliki. Di situlah letak kebahagian lahir dan batin. Sebagai contoh seorang anak yang akan masuk ke jenjang perguruan tinggi. Sebelum memilih jurusan, seorang anak harus mengenali dulu potensi yang ia miliki agar tidak menemui hambatan di dalam belajarnya selama proses perkuliahannya. Setelah masuk perguruan tinggi, harus membuat target waktu agar bisa lulus tepat waktu. Semua itu dibutuhkan tingkat kedisiplinan yang tinggi. Jika tidak ada disiplin, maka akan sangat kesusahan dalam mencapai target yang telah direncanakan.

Puncak gunung diibaratkan sebuah kesuksesan di dalam kehidupan. Untuk meraihnya, harus melalui perjalanan dan ujian yang berat. Sering kali dijumpai jalan yang berliku-liku bahkan harus menyeberangi jurang yang dalam. Di dalam kehidupan nyata, kebahagiaan dan kesuksesan hidup tidak didapatkan dengan isntan. Sebelum mencapai kesuksesan pastinya harus bekerja keras untuk melewati ujian yang berat. Kesuksesan yang sejati bukan diukur dari nominal uang yang mampu dihasilkan, tetapi kesuksesan yang sesungguhnya adalah kebahagiaan hidup yang diperoleh melalu proses perjalanan yang berarti. Sebelum menemukan kesuksesan kita harus mencarinya dengan susah payah dan bekerja keras.

Berbekal pengetahuan sedini mungkin tentang mendaki gunung, kegiatan ini menjadi kegiatan yang sangat menyenangkan sekaligus menjadi pendidikan karakter bagi seseorang yang menjalaninya. Sedini mungkin harus belajar mengenali potensi yang dimiliki dan belajar menjadi individu yang berkarakter, siap menghadapi tantangan kehidupan di dunia nyata. Alam sebagai media pembelajaran mampu menyediakan semua yang kita butuhkan di dalam menghadapi kehidupan. Semua tergantung kepada individu masing-masing terhadap kesadaran akan alam beserta seisinya sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Pencipta yang patut diberikan apresiasi serta bersyukur akan limpahanNya.


D. Kesimpulan.

Belajar dengan menggunanakan metode pembelajaran alam jauh lebih efektif di dalam pembentukan karakter karena anak secara langsung bisa berinteraksi dengan objeknya. Pendidikan alam sebagai bagian dari pendidikan sepanjang hayat adalah salah satu metode pembelajaran untuk mengembangkan potensi yang dimiliki anak didik. Pendidikan alam berusaha mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual dan keagamaan, pengembangan diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pendidikan alam sangat bermanfaat bagi manusia di dalam menjalani kehidupannya. Semua yang dibutuhkan oleh manusia di dalam hidup telah disediakan oleh alam. Sepantasnya sebagai manusia yang berakhlak mulia senantiasa harus ikut menjaga dan melestarikan alam mengingat alamlah yang telah memberikan semua yang kita butuhkan di dalam kehidupan.


E. Dartar Pustaka.

Halim Malik. (2011). Pendidikan Non Formal dan Peranannya dalam Pendidikan Anak Usia Dini. http://edukasi.kompasiana.com/2011/04/07/pendidikan-non-formal-dan-peranannya-dalam-pendidikan-anak-usia-dini-352911.html


Nouf Zahrah Anastasia. Mendaki Gunung, Mendidik Karakter Anak. http://edukasi.kompas.com/read/2014/01/02/1731352/Mendaki.Gunung.Mendidik.Karakter.Anak.

Soe Hok Gie. (2005). Gie. Jakarta: Miles Film.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sisitem Pendidikan Nasional.

No comments:

Post a Comment